iT's Me

iT's Me

Rabu, 17 Maret 2010

Pakaian Wanita


 Al-Quran paling tidak menggunakan tiga istilah  untuk  pakaian yaitu,  libas,  tsiyab,  dan  sarabil.  Kata  libas  ditemukan sebanyak sepuluh kali, tsiyab ditemukan sebanyak delapan kali, sedangkan sarabil ditemukan sebanyak tiga kali dalam dua ayat.    Libas  pada  mulanya  berarti  penutup --apa pun yang ditutup. Fungsi pakaian  sebagai  penutup  amat  jelas.  Tetapi,  perlu dicatat  bahwa ini tidak harus berarti "menutup aurat", karena cincin yang menutup sebagian  jari  juga  disebut  libas,  dan pemakainya ditunjuk dengan menggunakan akar katanya.    Ketika berbicara tentang laut, Al-Quran surat Al-Nahl (16): 14 menyatakan bahwa,        Dan kamu mengeluarkan dan laut itu perhiasan (antara      lain mutiara) yang kamu pakai.    Kata libas digunakan oleh Al-Quran untuk  menunjukkan  pakaian lahir  maupun  batin,  sedangkan  kata  tsiyab digunakan untuk menunjukkan pakaian lahir. Kata ini terambil dari  kata  tsaub yang  berarti  kembali,  yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula, atau pada keadaan yang seharusnya  sesuai  dengan  ide pertamanya.    Ungkapan  yang  menyatakan,  bahwa  "awalnya  adalah  ide  dan akhirnya adalah kenyataan", mungkin  dapat  membantu  memahami pengertian kebahasaan tersebut. Ungkapan ini berarti kenyataan harus dikembalikan kepada ide asal,  karena  kenyataan  adalah cerminan dari ide asal.   Apakah ide dasar tentang pakaian?    Ar-Raghib  Al-Isfahani  --seorang  pakar   bahasa   Al-Quran-- menyatakan bahwa pakaian dinamai tsiyab atau tsaub, karena ide dasar adanya bahan-bahan pakaian  adalah  agar  dipakai.  Jika bahan-bahan   tersebut   setelah   dipintal  kemudian  menjadi pakaian, maka pada hakikatnya ia telah kembali pada ide  dasar keberadaannya.   Hemat   penulis,   ide   dasar   juga   dapat dikembalikan  pada  apa  yang  terdapat  dalam  benak  manusia pertama tentang dirinya.    Al-Quran  surat  Al-'Araf (7): 20 menjelaskan peristiwa ketika Adam dan Hawa berada di surga:        Setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk      menampakkan pada keduanya apa yang tertutup dari      mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu      melarang kamu mendekati pohon ini, supaya kamu berdua      tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang      yang kekal (di surga)."   Selanjutnya dijelaskan dalam ayat 22 bahwa:        ...setelah mereka merasakan (buah) pohon (terlarang)      itu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan      mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga...    Terlihat jelas  bahwa  ide  dasar  yang  terdapat  dalam  diri manusia adalah "tertutupnya aurat", namun karena godaan setan, aurat manusia terbuka. Dengan  demikian,  aurat  yang  ditutup dengan  pakaian  akan dikembalikan pada ide dasarnya. Wajarlah jika pakaian dinamai tsaub/tsiyab yang berarti  "sesuatu  yang mengembalikan aurat kepada ide dasarnya", yaitu tertutup.    Dan  ayat di atas juga tampak bahwa ide "membuka aurat" adalah ide setan, dan karenanya "tanda-tanda kehadiran  setan  adalah "keterbukaan  aurat".  Sebuah  riwayat  yang  dikemukakan oleh Al-Biqa'i  dalam  bukunya  Shubhat  Waraqah  menyatakan  bahwa ketika  Nabi  Saw. belum memperoleh keyakinan tentang apa yang dialaminya di  Gua  Hira  --apakah  dari  malaikat  atau  dari setan--  beliau  menyampaikan  hal  tersebut  kepada  istrinya Khadijah. Khadijah  berkata,  "Jika  engkau  melihatnya  lagi, beritahulah  aku".  Ketika  di  saat  lain  Nabi  Saw. melihat (malaikat) yang  dilihatnya  di  Gua  Hira,  Khadijah  membuka pakaiannya  sambi1  bertanya,  "Sekarang,  apakah engkau masih melihatnya?" Nabi  Saw.  menjawab,  "Tidak,  ...  dia  pergi." Khadijah dengan penuh keyakinan berkata, "Yakinlah yang datang bukan setan, ...  (karena  hanya  setan  yang  senang  melihat aurat)".   Dalam hal ini Al-Quran mengingatkan:        Wahai putra-putra Adam, janganlah sekali-kali kamu      dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia (telah menipu      orang tuamu Adam dan Hawa) sehingga ia telah      mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia      menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan      kepada keduanya aurat mereka berdua (QS Al-A'raf [7]:      27).    Kata ketiga yang digunakan Al-Quran untuk menjelaskan  perihal pakaian  adalah  sarabil.  Kamus-kamus bahasa mengartikan kata ini sebagai pakaian, apa pun jenis bahannya.  Hanya  dua  ayat yang  menggunakan  kata  tersebut. Satu di antaranya diartikan sebagai  pakaian  yang  berfungsi  menangkal  sengatan  panas, dingin,  dan  bahaya  dalam  peperangan (QS Al-Nahl [16]: 81). Satu lagi dalam surat Ibrahim (14): 50 tentang siksa yang akan dialami  oleh  orang-orang  berdosa  kelak  di  hari kemudian: pakaian mereka  dari  pelangkin.  Dari  sini  terpahami  bahwa pakaian  ada  yang  menjadi  alat penyiksa. Tentu saja siksaan tersebut karena  yang  bersangkutan  tidak  menyesuaikan  diri dengan nilai-nilai yang diamanatkan oleh Allah Swt.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar